Friday, December 4, 2009

011. Eddy Subroto

RIWAYAT SINGKAT:
• 1979 Lulus program sarjana di Jurusan Teknik Geologi ITB.
• 1989 Lulus program doktor dari Curtin University of Technology, Perth, Australia Barat.
• 1979-1980 Bekerja sebagai geologiwan di PT Rio Tinto Indonesia dan sempat mengeksplorasi logam dasar (base metal) di daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan DI Aceh.
• 1980-sekarang, bekerja di ITB sebagai dosen di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (disingkat FITB). Tahun 2009 ini mata kuliah yang saya ampu adalah: Geokimia Petroleum, Geokimia Batuan Induk, Geokimia Biomarker dan beberapa mata kuliah yang tidak langsung berkaitan dengan geologi, yaitu Metodologi Penelitian, dan Manajemen dan Keekonomian Mineral.

PENGALAMAN BERHARGA:
Pengalaman yang paling berharga adalah ketika suatu saat saya harus membuat keputusan besar. Keputusan besar pertama adalah ketika saya harus memilih perguruan tinggi (PT) setelah SMA. Pada tahun 1973, PT masih membuka pendaftaran sendiri-sendiri belum ada gabungan yang namanya SKALU, UMPTN, atau SNMPTN. Saya pilih dua PT besar, yaitu Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, karena dekat kota tempat tinggal saya (Pasuruan) dan ITB (karena keterkenalan namanya). Unair memanggil saya lebih dahulu dan saya diterima di Fakultas Kedokteran. Jadilah saya mahasiswa kedokteran. Setelah kuliah sepuluh hari, datang panggilan dari ITB. Setelah konsultasi dengan penyandang dana (orang tua), maka saya memutuskan untuk cabut dari Unair dan hijrah ke Bandung. Teman saya seangkatan (Agus Handoyo Harsolumakso) mempunyai kasus yang sama dengan saya. Dengan keputusan itu maka akhirnya saya menjadi geologiwan (sekarang menjadi geokimiawan) dan bukan seorang dokter.

Pengalaman berharga kedua adalah ketika saya harus memutuskan tempat bekerja. Karena begitu lulus (atas rekomendasi Prof. Rubini Soeria-Atmadja, pembimbing program S1 saya), saya ditawari oleh PT Rio Tinto Indonesia (RTI) untuk bergabung dengan mereka, maka bekerjalah saya untuk RTI. Menjelang setahun di RTI, saya ditawari untuk menjadi dosen sebagai yunior dari Dr. Ong Han Ling. Di sini dilema muncul. Setelah berkonsultasi dengan keluarga dan memohon bimbingan dari Yang Maha Esa, maka saya memutuskan masuk lagi ke ITB sebagai pengajar. Pada tahun-tahun pertama tentunya saya harus prihatin, karena gaji dosen yunior yang pegawai negeri adalah seperlima dari gaji geologiwan yunior di RTI. Akan tetapi, akhirnya kepuasan saya tercapai dengan dapatnya kesempatan saya untuk sekolah sampai ke program doktor dibiayai negara.

Pengalaman berharga ketiga adalah kesempatan bergaul dengan orang Indonesia yang pendatang maupun yang sudah menjadi warga negara Australia (umumnya karena pernikahan), ketika saya sekolah di sana. Oleh karena itu, pada tahun pertama di Australia saya sudah terpilih menjadi Sekretaris Rukmariwa (Rukun Masyarakat Indonesia di Western Australia). Bahkan, kemudian, selama di Perth saya sempat menjadi Ketua Rukmariwa dan juga menjadi Sekretaris dan Ketua HPPIA (Himpunan Pengajar dan Peneliti Indonesia di Australia).

Jadi, pengalaman berharga yang ingin saya bagikan di sini adalah bagaimana seseorang berani mengambil keputusan dengan pertimbangan yang masak dan hal yang lainnya adalah keluwesan dalam pergaulan. Sebagai seorang geologiwan kita harus pandai bergaul dengan berbagai golongan masyarakat, karena pekerjaan kita luas cakrawalanya, dari perkotaan sampai ke lapangan terpencil.

PENGALAMAN YANG KURANG MENYENANGKAN:
Menulis adalah sesuatu yang wajib hukumnya, saya rasa, bagi cendekia (scholar). Untuk dapat menulis dengan baik, tentunya penulis harus mempunyai dasar penguasaan bahasa yang baik, apakah itu bahasa Indonesia atau bahasa asing dan banyak berlatih. Kemampuan mahasiswa menulis dalam bahasa Indonesia ternyata tidak terlalu menggembirakan. Karena mereka lahir di Indonesia dan semenjak kecil sudah mengenal bahasa Indonesia, maka mereka menganggap bahwa yang mereka ketahui itu sudah benar, sehingga ketika mereka menulis (makalah atau tugas kuliah), mereka mempergunakan ejaan dan kosakata yang mereka miliki tanpa pernah memeriksa kebakuan kata tersebut, karena umumnya mahasiswa tidak memiliki kamus bahasa Indonesia.

Kemudian, tidak sedikit mahasiswa yang tidak tahu etika berbahasa. Ketika presentasi, bahkan ketika sidang sarjana/tesis pun banyak di antara mereka yang menggunakan bahasa dialek, bukannya menggunakan bahasa resmi. Dengan demikian, semakin berat tugas dosen dalam memeriksa skripsi, tesis, maupun disertasi, karena selain memperhatikan isi ilmiahnya masih harus juga memeriksa kebakuan bahasanya. Kesalahan berbahasa adalah biasa, tetapi ketidak-acuhan terhadap bahasa sangat merisaukan!

CERITA LUCU:
Pengalaman lapangan saya tidak terlalu banyak, tetapi lapangan sering memberikan kenangan lucu. Seorang geologiwan sering dianggap seorang “insinyur” yang serba-bisa, sehingga pernah saya diminta memperbaiki mesin motor atau generator yang rusak. Yang lebih aneh, saya pernah diajak warga dusun ke rumahnya dan diminta menyembuhkan anaknya yang sakit. Dengan bekal sedikit pengalaman (kan kita pernah sakit?) dan bekal obat yang saya bawa ke lapangan maka jadilah saya seorang dokter dadakan.

Bekal keahlian (misalnya olah raga) sering menjadikan pelipur lara di lapangan. Kebetulan saya senang berbagai macam olah raga, sehingga sekarang saya dapat bercerita bahwa saya memiliki pengalaman bermain bulutangkis di pelosok Bogor-Sukabumi di kaki Gunung Salak, juga di Pertambangan Emas Cikotok di Banten Selatan. Saya juga pernah bermain bola voli dan sepak bola di beberapa desa kecil di pedalaman Kalimantan Timur.

SARAN:
Hidup adalah belajar dan pepatah mengatakan bahwa “belajar tidak mengenal tua.” Saya terkesan dengan minat belajar mahasiswa senior tetapi agak kurang terkesan melihat minat belajar mahasiswa yunior. Mungkin karena yang yunior masih belum yakin, apakah mereka akan dapat “hidup” sebagai geologiwan. Tugas kita sebagai yang lebih senior untuk memberikan motivasi kepada mereka yang lebih muda. Karena itu saya sangat senang kalau ada kolega dari industri datang ke kampus berbagi pengalaman yang akan dapat menjadi motivasi bagi yang yunior.

2 comments:

  1. Alhamdulillah, bisa berjumpa dan belajar dengan Pak Eddy. Semoga semangat belajar tetap saya miliki. Terimakasih atas 'ular-ular'nya di atas.

    Wassalamu'alaikum.
    Sriyanta Hadi - Kuala Lumpur

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah, bisa berjumpa dan belajar dengan Pak Eddy. Semoga semangat belajar tetap saya miliki. Terimakasih atas 'ular-ular'nya di atas.

    Wassalamu'alaikum.
    Sriyanta Hadi - Kuala Lumpur

    ReplyDelete