Friday, November 13, 2009

010. Rovicky Dwi Putrohari


RIWAYAT SINGKAT:
- 1987 - Lulus Jur Geologi, Fak Teknik UGM, Yogyakarta
- 1998 - Lulus MSc Geophysics, Fak MIPA, Universitas Indonesia

- 1988 - 1990 Hudbay Oil Malacca Strait Ltd (Jakarta Indonesia)
- 1990 - 1995 Lasmo Indonesia (Jakarta, Indonesia)
- 1995 - 2001 Kondur Petroleum SA (Jakarta, Indonesia)
- 2001 - 2002 Shell (Brunei Shell Petroleum) (Seria, Brunei)
- 2002 - 2003 Total Indonesia (Balikpapan, Indonesia)
- 2003 - 2004 Murphy Oil Malaysia (Kuala Lumpur, Malaysia)
- 2004 - 2009 HESS Oil and Gas Ltd (Kuala Lumpur Malaysia)

PENGALAMAN BERHARGA:
Bagi saya, tidak ada pengalaman yang tidak berharga, termasuk pengalaman pahit. Yang terpenting bagaimana saya menghargai pengalaman itu sebagai bagian dari proses pembelajaran, dan kemudian berbagi pengalaman dengan siapa saja sebagai bagian dari belajar-mengajar.

Pengalaman berharga yang saya alami adalah pengalam ketika keluar dari "ruang santai" atau sering disebut "Comfort Zone". Yaitu keluar dari tempat yang sudah enak dan mencari tempat lain yang lebih menantang.

Saat itu saya bekerja di perusahaan yg sudah cukup mapan di Jakarta sebagai Manajer Geologi. Namun justru rasa keterpanggilan saya bukan pada manajerial. Banyak hal yang menjadi pertimbangan (pssst salah satunya ya remunerasi atau gaji ... psst). Saat keluar dari comfort zone ini memberikan pelajaran paling berharga bahwa manusia itu memerlukan tantangan untuk menambah pengalamannya.

Bagi saya bila seseorang sudah bekerja 7 tahun, setiap tahun menyeleseikan satu peta. Nah orang ini menurut saya adalah yang berpengalaman setahun diulang 7 kali! Dia bukan orang yang berpengalaman 7 tahun.

Pengalaman dalam berorganisasi cukup banyak yang memberikan gambaran bahwa ternyata yang paling sulit dalam berorganisasi itu "regenerasi" atau kesinambungan program kerja, kesinambungan organisasi. Sulitnya melanjutkan program yang sudah disusun dengan bagus dan telah memakan waktu, tenaga dan biaya ini seringkali dikarenakan keengganan untuk memberikan tongkat kepada penerusnya.

Oleh sebab itu bagi saya memberikan atau lebih tepatnya berbagi ilmu dan berbagi pengalaman dengan generasi muda merupakan hal terpenting untuk berorganisasi di Indonesia.

PENGALAMAN YANG KURANG MENYENANGKAN
Sebagai bagian dari proses pembelajaran, terutama belajar ilmu hidup, tentu saja pengalaman tidak enak selalu saja ada. Walaupun hal ini dianggap sebagai sebuah kenangan yang tidak boleh dilupakan tetapi mengingat-ngingat hal ini hanya sebagai pembelajaran.


CERITA-CERITA LUCU

Cerita lucu ... wah ... selamanya dunia ini saya anggap sebuah hiburan yang penuh humor dengan kelucuannya. Terutama ketika saya tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mudah. Misalnya kenapa hampir semua binatang berjalan maju kedepan ? Saya tidak mampu menjawabnya dengan mudah. Barangkali hanya karena terlanjur di depan mata itu disebut "depan".

Yang sering terjadi ketika orang bertemu saya adalah perkataan yang sama atau mirip ..."Oooo ini yang namanya Pakdhe ?". Mungkin lebih banyak orang mengenal saya lewat tulisan ketimbang mengenal wajah. Mengenal Pakdhe ketimbang Rovicky, dan mengenal saya sebagai pendongeng geologi ketimbang sebagai ahli perminyakan.

SARAN-SARAN

Sebagai seorang geologiwan profesional, banyak hal yang berhubungan dengan kode etik keprofesian, masing-masing organisasi profesi memiliki kode etiknya yang didefinisikan sendiri, namun saya memiliki etika profesi pribadi yang berupa tiga hal. Yaitu : Tidak memaksa, Tidak mengiba, dan Tidak berjanji.

1. Tidak memaksa
Seorang yang berjiwa atau bermoral profesional tetunya akan memiliki keahlian teknis yang khusus yang mendukung keprofesionalannya. Dengan demikian dia akan mempunyai kekuatan (`power’). Sehingga dengan ‘power’ yang dia miliki, dia dapat melakukan tindakan untuk menekan pihak lain. Misal pekerja menekan manajernya untuk meminta kenaikan gaji, karena tahu dialah satu-satunya staf ahli di perusahaan itu. Kalau tidak diluluskan mengancam akan keluar dari perusahaan. Tindakan pemaksaan ini menurut hemat saya adalah tindakan yang tidak memeliki moral profesional. Hal yang sama seandainya seorang manajer yang melakukan penekanan kepada anak buahnya untuk menerima upah berapapun yang diberikan, karena diketahui betapa sulitnya mencari kerja saat ini.
Dalam interaksi pekerja dan yang mempekerjakan (employee – employer) selalu muncul kesepakan sebelum dimulainya pekerjaan. Seandainya ada salah satu diantara kedua pihak merasa ada yang merasa terpaksa melakukan atau mengikuti aturan kerja maka kemungkinan besar ada sesuatu yang tidak profesional dalam menangani perjanjian kerja ini.
Akan sangat bagus sebelum dimulainya pekerjaan manajer menanyakan bagaimana kesanggupan anak buahnya. Demikian juga anak buah menanyakan apakah hasilnya dapat diterima oleh atasannya.

2. Tidak mengiba
Pada saat-saat tertentu kesulitan atau hambatan muncul baik dipihak pekerja maupun perusahaan. Krisis ekonomi saat lalu (soalnya saya yakin saat ini sudah mulai tahap penyembuhan) banyak mengakibatkan kesulitan dikedua pihak. Pihak perusahaan akan sangat kesulitan mengelola perusahaan, dilain pihak pekerja atau karyawan juga mengalami hal yang sama dalam kehidupan sehari-harinya. Sering kita dengar ada perusahaan yang yang dengan mengiba datang ke Depnaker utk melakukan PHK massal, untuk dinyatakan bangkrut/pailit. Atau juga seorang karyawan yang datang ke manajernya memohon untuk tidak di PHK karena anaknya masih kecil. Ada saat seperti ini, moral keprofesionalan pekerja dan penilik perusahaan (biasanya diwakili manajernya) mengalami ujian dalam menghadapi tantangan hidup.
Tentunya tidak bisa hanya dengan mengiba untuk menghadapi kesulitan ini, dan tentunya tindakan mengiba ini bukan moral yang professional.

3. Tidak berjanji
Satu sikap moral professional dalam menghadapi apapun yang telah, sedang dan bakal terjadi juga hal yang harus diperhatikan. Sikap ikhlas dalam menghadapi keberhasilan maupun kegagalan merupakan sikap professional yang ketiga. Berjanji merupakan tindakan yang mungkin sekali menjadikan kita melanggar dua sikap moral sebelumnya yang disebutan diatas. Karena kegagalan maka akan muncul pemaksaan atau mengiba dari salah satu pihak, atau bahkan kedua pihak. Sehingga kesiapan menerima apapun yang bakan terjadi merupakan sikap moral profesi yang dibutuhkan.
Program kerja saat ini banyak sekali mempunyai tuntutan, target produksi, target penjualan, serta target target perusahaan lainnya hendaknya bukan merupakan janji yang harus dipenuhi melainkan merupakan sebagai pemicu semata, sebagai ‘alat ukur performance’ yang bukan merupakan harga mati baik untuk kedua pihak.
Nah dari sikap moral professional diatas, kita dapat melihat sejauh mana keprofesionalan kita, perusahaan, manajer, pemegang pimpinan organisasi serta anggota organisasi profesi maupun anggota partai sekalipun dalam bersikap profesional.

No comments:

Post a Comment