Friday, October 15, 2010

015. Bambang Gumilar

Riwayat Singkat
Memperoleh S-1 Geologi pada tahun 1991 dari Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung dan S-2 di bidang Reservoir Engineering pada tahun 2001 dari fakultas dan universitas yang sama.
1989 – 1992: Sejak kuliah sudah bekerja paruh waktu sebagai penterjemah artikel ilmiah dan jadi Field Geologist untuk konsultan swasta di Bandung.
1992 – 2003: Bergabung dengan perusahaan minyak swasta terbesar di Indonesia saat itu. Karir di dunia perminyakan dimulai sebagai Wellsite Geologist, Development Geologist, Reservoir Modeller, Formation Evaluation Specialist – PT Caltex Pacific Indonesia, Rumbai dan Duri – Indonesia dan Chevron Petroleum Technology Company, Houston – Texas, USA
2003 – 2007: Petrophysics Engineer, Brunei Shell Petroleum, Seria – Brunei Darussalam
2007 – 2009: Petrophysicist, Chevron North Sea, Aberdeen – Scotland, United Kingdom
2009 – sekarang: Senior Petrophysicist, Chevron, Houston – Texas, USA.

Pengalaman Berharga
Pada tahun 1993, kang Adi Tisnabudi seorang kawan geologiwan senior, salah seorang voluntir mengajar mata kuliah Penilaian Formasi di universitas swasta lokal di Pekanbaru, Riau meminta saya untuk membantu mas Trijanto Rahardjo, rekan senior di Caltex juga yang menggantikan beliau memberi kuliah di sana. Karena tidak punya pengalaman mengajar dan melihat silabus serta materi yang akan disampaikan yang terlalu teknis dan begitu banyak, pada mulanya saya grogi juga. Ternyata kegiatan mengajar menjadi suatu tantangan baru buat saya. Memang secara finansial, mengajar dua jam per minggu sama sekali tidak menarik, apalagi sebagai voluntir! Tetapi, dari sudut pandang lain, kegiatan ini “memaksa” saya untuk belajar dan belajar lebih banyak. Kang Adi mengatakan dalam bahasa Sunda (ha.. ha..ha..) “You’ll need to learn more and more and be ahead of the game”. Sebelum mengajarkan sesuatu, kita harus lebih siap daripada mahasiswa.

Ketertarikan dan minat saya pada Well Log Analyses dan Petrophysics mendapat perhatian khusus dari perusahaan. Saya ditawari kesem

patan mendalami bidang ini secara intensif di Houston, USA dan belajar langsung dari para top-noch Formation Evaluation Specialists, mbah-nya Petrophysics di Chevron (2000 – 2001).

Berjalan dengan waktu saya tetap berusaha meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan adik-adik mahasiswa baik secara formal di universitas maupun di tempat kerja. Saya dengan segala senang hati menjadi mentor/ pembimbing bagi mahasiswa yang Kerja Praktek atau Tugas Akhir di PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang Chevron). Hal ini tetap berlanjut saat saya bergabung dengan Shell di Brunei. Tiap semester saya pasti kebagian jadi mentor bagi beberapa mahasiswa Brunei yang jadi intern di BSP (Brunei Shell Petroleum) dan tentunya para mentee, junior petrophysicist BSP juga. Saat cuti dan pulang ke Indonesia saya menyempatkan diri berbagi cerita dengan mahasiswa di universitas di Pekanbaru atau di Jakarta (difasilitasi oleh IPA). Lillahi Ta’ala, semoga ilmu dan pengalaman yang dibagi menjadi amal jariah saya di sisi Allah SWT, Amiin.

Seandainya, kang Adi tidak meminta saya jadi asisten dosen waktu itu, mungkin saya tidak akan mendalami bidang Petrophysics – yang ternyata tidak banyak ‘saingannya’ dan secara global masih termasuk kategori ‘hot jobs ’- ini dan mungkin juga telah berkiprah di bidang yang lain. Tapi, saya yakinkan diri bahwa ini adalah pilihan karir dan hidup saya yang harus dijalani dengan ikhlas, insya Allah.

Pengalaman yang kurang menyenangkan
Jika rasa nasionalisme terusik, itulah saat pengalaman yang kurang menyenangkan bisa diutarakan. Tahun pertama (2003) saya di Brunei, saat itu sedikit sekali orang Indonesia yang jadi technically profesionals jika dibanding jumlah TKI/TKW yang secara resmi konon mencapai 32 ribu orang (10% dari populasi Brunei yang hanya 325 000 jiwa saja). Masyarakat Indonesia di sana sudah terlanjur dicap ‘berpendidikan rendah’ dan cukup ‘happy’ jadi warga kelas bawah. Mayoritas orang lokal masih belum percaya kalau ada kawan-kawan kita yang jadi ‘kaki-tangan’ kerajaan dan syarikat besar (baca: pegawai teras di instansi pemerintah dan pekerja intelektual di perusahaan besar) kelas dunia seperti Shell, Worley, Schlumberger, dsb. Nuansa diskriminasi dan rasa dilecehkan dialami oleh anggota keluarga. Alhamdulillah, di sana ada beberapa teman baik terutama, Herman Darman (ITB 85) dan Agus Djamil (UGM 81), yang sudah lebih dahulu bekerja di Brunei. Mereka lah yang menjadi nara sumber dan referensi untuk masalah-masalah sosial seperti itu.

Cerita – cerita lucu
Begitu banyak cerita lucu yang dialami, tapi saya pilih satu yang berkesan. Pada saat kuliah lapangan di Karang Sambung. Satu kelompok mahasiswa ditemani Dr. Darji Noeradi sebagai dosen pembimbing naik ke bukit Panasogan di pagi menjelang siang yang panas terik. Sesampainya di lokasi, beliau bertanya kepada mahasiswa apa yang pertama sekali HARUS dilakukan seorang geologiwan begitu sampai di lokasi singkapan. Rata-rata mahasiswa memberi jawaban ilmiah dan rada formal berbau text-book. “Kita harus orientasi lapangan dulu, pakai peta dan kompas”, “Kita buat sketsa geomorfologi... ambil foto singkapan mumpung matahari bagus nih... bla... bla... bla. Beliau hanya tersenyum dan mengatakan “salah semua kalian!”. “Yang benar adalah, istirahat dan ngaso dulu,” katanya sambil berteriak: “Pak, minta Degan-nya ya!” kepada petani pemilik pohon kelapa di sana. Kami, mahasiswa hanya bisa nyengir garing, glek, malu hati karena sudah berlagak sok ilmiah.

Saran-saran
Jangan takut untuk menjawab tantangan karir yang mungkin berbeda dari cita-cita awal. Bak lirik lagu pop saja: “I have decided long ago, never to walk in anyone’s shadow. ... if I fail, if I succeed, at least I lived as I believed.”


Catatan: Profil lengkap Bambang Gumilar bisa dilihat di:
http://www.linkedin.com/in/bambanggumilar

Thursday, October 14, 2010

014. Minarwan

RIWAYAT SINGKAT

1998: Lulus S1 Teknik Geologi, UGM, Indonesia
2002: Lulus S2 Petroleum Geoscience, Oxford Brookes University, Inggris
2009: Lulus S3 Geosciences, Monash University, Australia

1998 – 2004: Premier Oil (Jakarta, Indonesia)
2007 – Sekarang: Repsol Exploración SA (Madrid, Spanyol)

Saya tidak pernah bercita-cita ingin kuliah di jurusan Teknik Geologi sama sekali saat masih bersekolah di SMA Negeri 1 Toboali, Bangka. Pilihan untuk mempelajari geologi muncul tanpa didasarkan pada informasi yang cukup, bahkan sebenarnya tidak ada informasi sama sekali, selain sebuah paragraf di buku panduan memilih jurusan di universitas yang tersedia di perpustakaan sekolah waktu itu.

Memilih sesuatu tanpa tahu apa yang dipilih tentu mengandung resiko lebih tinggi bagi munculnya kesalahan. Pada tahun pertama kuliah di UGM, saya merasa telah salah memilih jurusan dan berpikir hendak memilih jurusan lain. Tetapi setelah mempertimbangkan faktor keuangan, waktu yang terbuang dan indeks prestasi semester pertama dan kedua, saya memutuskan untuk berusaha menyelesaikan studi di Teknik Geologi walaupun merasa tidak suka dan kesulitan. Berkat kesungguhan belajar, studi S1 bisa saya selesaikan di penghujung tahun 1998, saat badai krisis ekonomi telah memporak-porandakan Indonesia.

Berawal dari ketidaktahuan tentang geologi dan merasa telah salah memilih jurusan; kerja keras, semangat untuk terus belajar, bimbingan, bantuan dan doa dari banyak orang telah membawa saya ke tempat-tempat yang tidak pernah saya impikan. Ilmu geologi telah memperluas cakrawala pengetahuan saya tentang proses-proses alamiah yang terjadi
di bumi dan membuat saya bisa menjelaskan kejadian-kejadian pada masa lampau hingga bisa diaplikasikan untuk mencari sumber daya alam. Ia juga telah memberi saya banyak pengalaman, baik pengalaman indah maupun kurang menyenangkan, yang semuanya memperkaya hidup dan menciptakan berbagai kesempatan dalam karir profesional.


PENGALAMAN BERHARGA
Periode awal berinteraksi dengan dunia industri adalah masa pembelajaran dan adaptasi yang selalu melekat di benak saya. Pada masa ini, saya menjumpai banyak hal baru yang tidak pernah saya alami ketika berada di lingkungan kampus. Setiap hari di kantor menjadi hari yang menyenangkan karena ada begitu banyak hal yang bisa dilakukan dan dipelajari. Fasilitas di sebuah kantor yang relatif lebih baik daripada fasilitas milik kampus membuat semua pekerjaan terasa lebih mudah diselesaikan. Semangat untuk tahu lebih banyak tentang semua hal membuat hari tak pernah terasa membosankan.

Saat mendapatkan kesempatan melakukan Kerja Praktek di kantor Premier Oil di Jakarta, saya berjumpa dengan bapak-bapak yang berprofesi sebagai juru gambar alias drafter. Mereka membimbing saya hingga bisa menggunakan program-program seperti CorelDraw, Neuralog dan Neuramap. CorelDraw adalah salah satu program untuk menggambar yang sangat
bermanfaat sebelum fungsinya digantikan oleh aplikasi menggambar yang berada dalam workstation pada saat ini. Bagi geologist yang selalu berhubungan dengan peta dan sayatan geologi, program tersebut mempermudah proses pemindahan hasil kerja yang dibuat secara manual ke dalam sebuah presentasi atau proses pembuatan sebuah poster (montage). Pada saat saya melanjutkan studi di Inggris dan Australia, CorelDraw juga banyak membantu saya dalam membuat gambar-gambar yang perlu dimasukkan ke dalam laporan tugas akhir dan disertasi. Sebuah bantuan yang awalnya terlihat sepele telah diberikan oleh bapak-bapak drafter
Premier Oil dengan penuh ketulusan dan ternyata bermanfaat hingga sekarang.

Selain mendapatkan bimbingan dalam mempelajari berbagai program, saya juga memiliki mentor-mentor yang sarat pengalaman di bidang eksplorasi migas. Mereka adalah tempat saya bertanya, belajar dan meminta nasehat. Mereka selalu meluangkan waktu dan dengan sabar mengajarkan berbagai macam konsep di dunia geologi eksplorasi. Para mentor ini
juga sekaligus adalah motivator-motivator yang sangat baik. Mereka mampu membangkitkan semangat keingintahuan dan memberikan tantangan-tantangan baru agar saya bisa mengeluarkan performa yang lebih baik. Kisah-kisah pengalaman serta kebijaksanaan sikap dan
pikiran mereka juga menjadi sumber inspirasi dan panutan hidup saya.

Pengalaman berharga yang lain saya dapatkan saat ikut dalam proyek studi kualitas reservoir batupasir di unit bisnis Premier Oil di Islamabad, Pakistan. Di dalam proyek ini, tim kami mendapatkan tugas yang sangat menantang dan sekaligus penting bagi rencana pengeboran
satu sumur di tahun yang sama. Studi dilaksanakan sekitar bulan Juni-Agustus 2003 dan saya mendapatkan kesempatan untuk melakukan analisis data yang telah dikumpulkan oleh rekan setim ke dalam sebuah database. Demi bisa melakukan analisis data sumur dengan baik, saya
berusaha mencari berbagai makalah yang telah dipublikasikan oleh banyak ahli terkemuka untuk dijadikan pembanding dan patokan dari sisi metodologi analisis. Hasil studi ini dapat digunakan untuk mendukung pengeboran dan secara umum, sasaran proyek dapat kami capai. Selain itu, saya juga mendapatkan banyak tambahan informasi, ilmu, teman dan pengalaman baru bekerja di luar Indonesia.


PENGALAMAN YANG KURANG MENYENANGKAN
Pesawat terlambat lepas landas adalah hal yang lumrah dan sudah sering terjadi walaupun mengesalkan. Namun, pesawat telat lepas landas dicampur dengan rasa kantuk dan letih yang luar biasa serta masih harus mendengar omelan penumpang ke arah pramugari sekitar jam 4.30
dini hari (kebetulan bapak yang marah-marah duduk tepat di belakang saya di kelas bisnis) sempat membuat saya ikutan emosi juga. Kemarahan dan kata-kata kasar si bapak itu membuat saya tidak bisa tidur, sungguh terganggu, padahal saya berharap untuk bisa beristirahat
setelah lepas landas jam 1.30 dini hari dari Jakarta.

Saya menebak, sang bapak yang mengomel itu adalah orang Lebanon. Ia bersama keluarganya sedang dalam perjalanan ke Beirut, menggunakan Gulf Air, maskapai penerbangan milik Bahrain. Waktu itu kami mendarat di bandara internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Pesawat yang kami tumpangi seharusnya segera lepas landas setelah menaikkan penumpang di
KL. Namun entah karena masalah apa, pesawat terlambat lepas landas hingga sekitar jam 5 pagi. Yang membuat saya terkejut waktu itu adalah saya tidak menyangka sebelumnya bahwa penumpang kelas bisnis bisa berlaku kasar. Saya pikir penumpang di kelas bisnis adalah orang-orang terdidik yang selalu diam tanpa suara, penyabar dan tidak mengumbar emosi secara sembarangan. Rupanya saya salah dan akhirnya saya sadar telah berpikir secara naif.

Masih tentang pengalaman dengan pesawat, saya pernah telat tiba di bandara Soekarno-Hatta karena terjebak macet luar biasa di kawasan Semanggi pada jam makan siang. Saat itu saya mendapatkan tugas untuk mengunjungi dataroom di Perth, Australia. Saya seharusnya terbang
dengan Singapore Airlines di kelas bisnis, tapi berhubung ditinggal pesawat, saya harus mengganti maskapai, membeli tiket menggunakan uang cash di bandara dan terbang di kelas ekonomi dari Jakarta ke Perth. Masih untung pada hari itu ada penerbangan Qantas yang sebenarnya hampir berangkat, sehingga saya membuat diri sendiri dan petugas loket penjualan tiket Qantas stress berat karena kami semua panik hendak melakukan transaksi jual beli tiket ketika para penumpang lain sudah hampir disuruh naik ke pesawat.

Pengalaman pahit yang paling saya ingat hingga sekarang adalah ketika sebuah kesalahpahaman besar muncul antara saya dan seseorang yang menjadi team leader di sebuah proyek di mana saya diperbantukan. Yang membuat saya sedih adalah kesalahpahaman tersebut muncul karena
kenaifan saya sendiri, yang terlalu proaktif melakukan hal yang melampaui wewenang saya dalam tim dan memunculkan semacam pemikiran bahwa saya telah mencoba mengakui hasil kerja tim (dimana peran saya hanya kecil) menjadi hasil kerja diri sendiri. Kesalahan besar
tersebut, yang secara tidak sadar telah saya lakukan hingga mendapatkan teguran, adalah sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi perkembangan karir saya selanjutnya. Sadar diri akan posisi dalam tim dan menjaga perasaan anggota tim yang lain agar mereka tidak merasa
bahwa kontribusi mereka telah kita serobot (walaupun kita tidak berpikir hendak mengambil hasil kerja orang lain dan secara tidak sengaja telah memberikan kesan negatif) adalah hal penting yang harus selalu diperhatikan demi menjaga suasana yang baik dalam tim dan
menghindarkan diri dari masalah.


PENGALAMAN LUCU
Sejak kecil hingga bekerja, saya tidak pernah berpergian dengan menggunakan pesawat. Perjalanan antar pulau selalu saya lakukan dengan menggunakan kapal laut karena harga tiketnya murah dan waktu perjalanan tidak menjadi masalah besar bagi saya. Pada bulan Maret
tahun 2000, saya diberi tugas menjadi assistant wellsite geologist di lepas pantai Kepulauan Natuna. Saya harus berangkat ke pulau Matak dengan menggunakan F-28 dari bandara Halim Perdanakusuma dan dari Matak perjalanan berlanjut dengan menggunakan helikopter.

Pada tanggal 8 Maret, datang berita duka tentang meledaknya salah satu helikopter yang disewa oleh konsorsium beberapa perusahaan yang beroperasi di lepas pantai Kep. Natuna. Kecelakaan ini menewaskan sang pilot dan menjadi berita besar bagi kami di kantor. Begitu mendengar
berita naas ini, saya langsung berpikir tentang berbagai skenario buruk jika harus pergi ke anjungan pengeboran dengan helikopter sejenis pada tanggal 12 Maret. Sejak tanggal 9 Maret, saya mulai stress berat dan akhirnya demam, karena ketakutan. Bayangkan saja,
seseorang yang tidak bisa berenang, tidak lulus kursus Helicopter Underwater Escape Training (HUET) dan belum pernah naik pesawat hendak pergi ke anjungan pengeboran dengan menggunakan helikopter sejenis dengan yang baru saja meledak. Menakutkan bukan?

Semua khayalan menakutkan yang saya buat akhirnya sirna setelah kami tiba di Matak, karena ada pemberitahuan bahwa perjalanan ke anjungan pengeboran akan dilakukan dengan menggunakan kapal. Semua helikopter yang disewa oleh konsorsium tidak boleh terbang karena ada pemeriksaan dan uji kelayakan terbang setelah kecelakaan pada tanggal 8 Maret.
Syukurlah, dengan demikian saya tidak perlu berada di helikopter dan merasa setiap detik ia bisa meledak. Padahal jika helikopternya meledak atau jatuh, tidak ada yang bisa saya lakukan selain pasrah saja. Keahlian berenang dan sertifikat HUET pun rasanya tidak akan
relevan dalam situasi seperti ini.


SARAN-SARAN
Berdasarkan pengalaman pribadi sejauh ini, ada beberapa hal berkaitan dengan sikap dan cara berpikir, yang menurut hemat saya penting bagi seseorang untuk dapat meraih prestasi, baik di bidang pendidikan maupun pekerjaan. Hal-hal penting tersebut adalah:

  1. Tidak ada manusia yang bodoh, yang ada hanya manusia yang tidak mauberusaha atau cepat menyerah
  2. Mempertahankan motivasi, baik dalam belajar maupun bekerja, agar
    tetap tinggi hingga bisa mencapai target yang sudah ditentukan, adalah
    kunci untuk berhasil
  3. Belajar terus menerus dari berbagai sumber termasuk rekan kerja dan
    mentor/senior adalah kunci untuk mengejar ketertinggalan
  4. Kenali kontribusi diri sendiri dan kontribusi orang lain dalam
    bekerja, berhati-hatilah agar tidak dituduh mengambil hasil kerja atau
    menjiplak hasil karya orang lain
  5. Semua ambisi biasanya akan disertai dengan pengorbanan

Monday, July 12, 2010

013. Arse Kusumastuti

RIWAYAT SINGKAT
1991 – lulus Geologi, UGM
1998 – lulus MSc Petroleum Geoscience, UBD
1991-1996: Huffco Brantas Inc.
1997-1999: Lapindo Brantas
1999-2001: Lasmo Oil
2001-2003: ENI Indonesia
2004-sekarang: Gaffney, Cline & Associate, Consultant, Singapore


PENGALAMAN BERHARGA
Mungkin pertanyaan pertama yang muncul, kenapa saya memilih bidang Geology? Sangat lucu ceritanya, karena alasan-nya sepele. Bermula saat alumni SMA 3 Solo, dimana saya bersekolah saat itu (1984), berkunjung ke kelas kami dan memberikan brosur dan sedikit penjelasan tentang fakultas dan jurusan-jurusan di beberapa Universitas di Indonesia yang bisa dipilih. Hal pertama yang menarik perhatian saya saat membaca bidang Geology … “cocok untuk orang yang menyukai jalan-jalan dan suka bekerja out door”… wah saya pikir, pas benar dengan hobby saya. Langsung saat pengisian formulir PMDK (program pemerintah penyaringan awal bebas test masuk ke Universitas negeri), saya isi pilihan 1, 2 dan 3 jurusan yang sama, GEOLOGY- UGM. Tak ada pilihan yang lain, pokoknya mantap dengan satu pilihan saja. Saya memilih UGM, supaya dekat dengan orang tua di Solo.
Begitu hasil PMDK diumumkan, ternyata saya diterima. Antara seneng dan bingung, bingung bagaimana harus meyampaikan berita tersebut ke orang tua. Soalnya seperti kebanyakan orang tua, mereka ingin saya mengambil bidang kedokteran. Padahal saya suka mau pingsan kalau masuk rumah sakit, nggak tahan bau obat dan melihat darah. Tapi karena takut mengecewakan orangtua, saya simpan surat hasil PMDK tersebut dan bertekat untuk ikut Sipenmaru dengan mengambil jurusan kedokteran. Selang bebera hari, ternyata beritanya bocor juga, hehe… adik-ku sekolah di SMA yang sama. Akhirnya mengaku juga, walau orang tua belum pernah mendengar kata Geology, beliau memberi persetujuan jika memang itu menjadi pilihan saya.
Ternyata pilihan saya tepat. Saya enjoy sekali. Bukan hanya soal jalan-jalannya saja, tetapi saya belajar banyak tentang pengetahuan dalam lingkup Geology sendiri, banyak hal yang bisa dipelajari. Juga, banyak hal yang dapat dilakukan dengan mempelajari ilmu ini, dari yang berhubungan dengan softrocks, hardrocks ataupun yang berhubungan dengan engineering dan aplikasinya.
Singkat cerita, setelah lulus, saya terjun dibidang yang berhubungan dengan perminyakan. Karier saya dimulai dengan bekerja di perusahaan Hufco Brantas, tahun 1991-1996. Saat itu Huffco adalah Exploration company dengan team yang kecil. Karena teamnya kecil, saya mendapat banyak pengalaman dalam bidang teknik dan non teknik, antara lain yang berhubungan dengan exploration, new venture, geophysical survey di lapangan, wellsite geologist sumur-sumur explorasi onshore dan offshore, safty and environment; juga non teknik seperti pengurusan administrasi di lapangan yang berhubungan dengan instansi-isntansi pemerintah. Inilah keuntungan bekerja di perusahaan kecil, harus all round.
Ada cerita lucu saat well-site di offshore utara Pulau Bali. Seperti biasa, saya selalu satu-satunya female di drilling site. Saya selalu berusaha bersikap professional dengan crews di drilling-site. Karena alasan safety, kita tidak diperbolehkan mengunci pintu cabin saat ada di dalam atau tidak. Memang ada rasa was-was juga, soal-nya kadang saat mau tidur, perasan ada orang yang mengitip lewat pintu. Ada satu kejadian, saat saya pulang ke rumah dari well-site dan saya buka tas travelling, di bagian dasar saya temukan surat tanpa nama pengirim yg isinya puisi cinta… hehe, ternyata ada secret admirer nich! Karena ada jadwal ke offshore lagi, saya cerita kejadian tersebut ke Chief Geologist saya saat itu (Peter Willumsen)… dia memberi botol spray kecil untuk jaga-jaga. Saya pikir cukup lucu, tetapi saya bawa juga. Syukurlah, tidak terjadi apa-apa selama bekerja di dilling-site.
Setelah Huffco, saya bekerja dengan Lapindo mulai tahun 1997 dikarenakan Huffco menjual asset-nya ke mereka. Saya ambil break 1 tahun karena medapat scholarship dari pemerintah Brunei untuk mengambil MSc., 1997-1998. Sekembalinya dari program MSc. saya pindah ke Lasmo Oil. Lasmo Oil di jual ke Eni tahun 2002 dan automatis saya menjadi pegawai Eni. Awal 2004, saya pindah ke Consultant company, Gaffney-Cline & Associate (GCA), based di Singapore, sampai sekarang.
Biasa bekerja selama 12 tahun sebelumnya dengan operator companies, bekerja sebagai Consultant di GCA sangat berbeda. Di perusahan terakhir ini, saya kembali belajar banyak, tidak hanya yang berhubungan dengan bidang saya, Geoscience, dimana saya mendapat kesempatan me-review basin-basin di berbagai continent, saya juga mempelajari bidang-bidang lain-nya seperti petroleum/reservoir engineering, surface facilities, project management. Hal menarik lainnya bekerja dengan GCA, saya mendapat kesempatan mengunjungi tempat-tempat exotic, seperti di China, India, Kazakhstan, dll., yang kadang harus dikawal guard yang dibekali dengan senapan AK47 untuk alasan security, seperti foto di bawah saat di Assam, India. Digboi adalah lapangan minyak pertama di India (mungkin di Asia?) yang di produksi.
Saya tidak tahu sampai kapan menggeluti bidang Geology, yang jelas saya masih ingin terus belajar. Sky is the limit. Walaupun saya bercita-cita pension sebelum ulang tahun ke 50th…. Tapi, Geology akan tetap menjadi bagian diri saya.

Sunday, January 17, 2010

001. Pendahuluan

Dalam blog ini para geologiwan Indonesia membagikan pengalaman hidup dan karirnya.
Ide ini muncul setelah para alumni ITB angkatan pra 1966 berkumpul di Bandung, di rumah Prof. R. P. Koesoemadinata dan Mang Okim memberikan laporannya di IAGI-net. Lihat Bab 2.

Isi tulisan dalam blog ini akan di hubungkan dengan website IAGI, atau jika berkenan akan dipindahkan ke website IAGI. Sementara manager website mengurus hal ini, silahkan mempersiapkan tulisan anda dan kirimkan ke editor blog ini.

Terima kasih atas dorongan dan dukungan dari kawan-kawan di IAGI.

Semoga hal ini bermanfaat bagi geologiwan yang lebih muda maupun sesama geologiwan di Indonesia. Kami percaya dengan berbagi pengalaman, kita bisa saling melengkapi, memberikan semangat dan ide untuk berkembang.

Atas nama panitia penulisan buku / blog "Geologiwan Indonesia Berbagi Pengalaman":

Awang Harun Satyana, Rovicky Dwi Putrohari, Muhammad Syaiful, Ratih Nurruhliati (co-editor) dan Herman Darman (editor)

Sunday, January 10, 2010

012. Ratih Nurruhliati

Riwayat Singkat:
1990-1995 Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Institut Teknologi Bandung
1996 Geothermal Institute, The University of Auckland, Selandia Baru
1997-1999 Geothermal Energy New Zealand Limited (GENZL), Auckland, Selandia Baru. Bekerja sebagai wellsite/geothermal geologist yang menganalisa sumur eksplorasi (slimholes) di Lapangan Panas Bumi Darajat, Garut Jawa Barat.
2000 Laboratorium Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), North Ryde, Sydney, Australia. Bekerja sebagai Liaision officer yang menghubungkan antara CSIRO dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang Badan Geologi) dalam kegiatan kerjasama Total Ore Exploration Group (TOEG).
2001-2002 Laboratorium Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), North Ryde, Sydney, Australia. Bekerja paruh waktu sebagai asisten peneliti pasangan suami istri Dr. Brent McInnes dan Dr. Noreen Evans dalam mempersiapkan dan menganalisa sample mineral apatite dan zircon untuk kemudian dianalisa dalam bentuk preparat di dalam tabung Palladium berdiameter kurang dari 0,5 cm sebelum dilakukan perlakuan kimia dan dianalisa dengan instrumen dating.
2002-2004 Bureau of Meteorology of Australia/Qantas. Bekerja sebagai konsultan untuk memberikan masukan mengenai aktivitas gunung api di Indonesia, antara lain melaporkan data lapangan untuk menghindari abu dari letusan gunung api yang dapat membahayakan mesin pesawat terbang sehingga data tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan perencanaan jalur terbang maskapai penerbangan agar aman ketika melintasi wilayah Indonesia.
2005–sekarang berdomisili dan berinvestasi di bidang pertambangan di Vietnam. Pada tahun 2007 mendirikan dan menjalankan perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan pertambangan. Saat ini, masih mencari rekanan dalam mencari kuasa pertambangan di Indonesia. Di antara kesibukan menjadi ibu dari tiga orang anak berusia 7 thn, 5 thn, dan 3 thn, masih menyempatkan diri untuk selalu mengikuti kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop dan ekskursi.
Kebetulan suami juga seorang geologiwan yang saat ini lebih banyak bergerak di bidang keuangan dalam lingkup pertambangan. Kami berdua mempunyai cita-cita untuk dapat memiliki dan mengelola usaha pertambangan dan kami sangat berharap untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang kami miliki di Indonesia.

Pengalaman Berharga:
Sewaktu akhir tahun kedua kuliah di ITB, saya mendapat kesempatan untuk mempresentasikan makalah “Letusan Gunung Merapi 1992”.
Saat liburan semester, di waktu senggang biasanya saya menghabiskan waktu di perpustakaan. Kebetulan saya melihat pengumuman untuk mengikuti kegiatan London International Youth Science Forum. Untuk mengikuti kegiatan tersebut, saya harus menyusun paper dan mencari sponsor. Atas bimbingan Direktorat Vulkanologi (sekarang Direktorat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi) rampunglah paper dengan judul “1992 Merapi Eruption” sebagai modal mengikuti kegiatan London International Youth Science Forum tersebut, disponsori oleh British Airways, Unocal dan Freeport.
Kegiatan lain di luar kesibukan kuliah antara lain menjadi tenaga sukarelawan pada American Field Service (AFS) chapter Bandung (sejak kembali dari program pertukaran pelajar dari 1989 sampai 1998); kegiatan dalam proses pemetaan Karangsambung, Jawa Tengah sempat diseling dengan pergi ke Amerika Serikat untuk menjadi chaperon 19 pelajar SMA yang mengikuti pertukaran pelajar ke
sana.
Membantu kegiatan seminar maupun workshop di Direktorat Volkanologi pun menjadi salah satu kegiatan di saat liburan. Pada saat penyelenggaraan IAVCEI, saya banyak belajar di lapangan dari para ahli vulkanologi seperti Dr. Werner Giggenbach (alm.), Prof. Hirabayashi, dan ahli-ahli vulkanologi lain asal Eropa (Italia, Belgia dan negara lain).
Semasa kuliah, kegiatan pengambilan sampling saya lakukan mulai dari gunung-gunung api di Jawa Barat hingga Bali.
Memiliki keinginan untuk berkecimpung di bidang energi ramah lingkungan dan menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk itu, membawa saya melanjutkan pendidikan di Geothermal Institute setelah lulus dari ITB. Selesai sekolah dari New Zealand, saya diterima bekerja di sebuah perusahaan New Zealand yang sedang mengerjakan eksplorasi geologi untuk daerah panas bumi Darajat yang dikelola Amoseas (sekaran Chevron). Dua tahun lebih saya bekerja sebagai ‘ekspat lokal” di Garut, menjadi geolog panas bumi/geothermal yang mengerjakan logging delapan sumur eksplorasi (slimholes) dengan sumur terdalam mencapai 2.300 meter.
Pada akhir tahun 1999, saat mengikut konferensi Pacific Rim (PACRIM), tentang pertambangan saya bertemu dengan suami saya yang kebetulan adalah seorang geolog asal Kanada.

Pengalaman yang (kurang) menyenangkan :
Krisis ekonomi di Asia menyebabkan proyek-proyek energi di Indonesia ikut terpengaruh akibat melemahnya rupiah. Sementara kontrak yang ditandatangani pemerintah dalam mata uang asing menjadikan Indonesia tidak mampu untuk melanjutkan pekerjaan proyek-proyek tersebut. Bagi saya pribadi, kontrak kerja dengan GENZL pun terpaksa harus terhenti karena tidak ada kelanjutan eksplorasi. Selesai kontrak dengan GENZL saya menjadi event organizer konfrensi dan pameran minyak dan gas bumi yang hanya dilakukan kurang dari satu tahun.

Cerita Lucu:
Sewaktu bekerja di lapangan panas bumi Darajat setiap mendapat surat seringkali tertulis kepada Bapak Ratih, padahal jelas nama saya bukan gender laki-laki, mungkin pada waktu itu masih belum terbiasa juga geolog wanita bekerja di lapangan padahal menjelang akhir tahun ‘90an.

Saran-saran:
Berdasarkan pengalaman pribadi, selain memiliki ilmu yang matang dalam bidangnya, seorang geolog patut pula membekali diri dengan kemampuan berbahasa asing, minimal Bahasa Inggris untuk dapat berkomunikasi dan menimba kemajuan penelitian yang dimiliki oleh ilmuwan dari luar negeri.
Selain itu, seorang geolog yang handal, harus memiliki keseimbangan baik fisik maupun nalar. Meminjam istilah Bapak saya (kebetulan geolog juga), fisik yang kuat saja belum cukup kalau daya nalar tidak jalan, begitu juga sebaliknya daya nalar tinggi tidak akan ada gunanya tanpa fisik yang bagus. Keseimbangan antara nalar dan fisik akan menghasilkan yang terbaik, dan terus belajar.

Friday, December 4, 2009

011. Eddy Subroto

RIWAYAT SINGKAT:
• 1979 Lulus program sarjana di Jurusan Teknik Geologi ITB.
• 1989 Lulus program doktor dari Curtin University of Technology, Perth, Australia Barat.
• 1979-1980 Bekerja sebagai geologiwan di PT Rio Tinto Indonesia dan sempat mengeksplorasi logam dasar (base metal) di daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan DI Aceh.
• 1980-sekarang, bekerja di ITB sebagai dosen di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (disingkat FITB). Tahun 2009 ini mata kuliah yang saya ampu adalah: Geokimia Petroleum, Geokimia Batuan Induk, Geokimia Biomarker dan beberapa mata kuliah yang tidak langsung berkaitan dengan geologi, yaitu Metodologi Penelitian, dan Manajemen dan Keekonomian Mineral.

PENGALAMAN BERHARGA:
Pengalaman yang paling berharga adalah ketika suatu saat saya harus membuat keputusan besar. Keputusan besar pertama adalah ketika saya harus memilih perguruan tinggi (PT) setelah SMA. Pada tahun 1973, PT masih membuka pendaftaran sendiri-sendiri belum ada gabungan yang namanya SKALU, UMPTN, atau SNMPTN. Saya pilih dua PT besar, yaitu Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, karena dekat kota tempat tinggal saya (Pasuruan) dan ITB (karena keterkenalan namanya). Unair memanggil saya lebih dahulu dan saya diterima di Fakultas Kedokteran. Jadilah saya mahasiswa kedokteran. Setelah kuliah sepuluh hari, datang panggilan dari ITB. Setelah konsultasi dengan penyandang dana (orang tua), maka saya memutuskan untuk cabut dari Unair dan hijrah ke Bandung. Teman saya seangkatan (Agus Handoyo Harsolumakso) mempunyai kasus yang sama dengan saya. Dengan keputusan itu maka akhirnya saya menjadi geologiwan (sekarang menjadi geokimiawan) dan bukan seorang dokter.

Pengalaman berharga kedua adalah ketika saya harus memutuskan tempat bekerja. Karena begitu lulus (atas rekomendasi Prof. Rubini Soeria-Atmadja, pembimbing program S1 saya), saya ditawari oleh PT Rio Tinto Indonesia (RTI) untuk bergabung dengan mereka, maka bekerjalah saya untuk RTI. Menjelang setahun di RTI, saya ditawari untuk menjadi dosen sebagai yunior dari Dr. Ong Han Ling. Di sini dilema muncul. Setelah berkonsultasi dengan keluarga dan memohon bimbingan dari Yang Maha Esa, maka saya memutuskan masuk lagi ke ITB sebagai pengajar. Pada tahun-tahun pertama tentunya saya harus prihatin, karena gaji dosen yunior yang pegawai negeri adalah seperlima dari gaji geologiwan yunior di RTI. Akan tetapi, akhirnya kepuasan saya tercapai dengan dapatnya kesempatan saya untuk sekolah sampai ke program doktor dibiayai negara.

Pengalaman berharga ketiga adalah kesempatan bergaul dengan orang Indonesia yang pendatang maupun yang sudah menjadi warga negara Australia (umumnya karena pernikahan), ketika saya sekolah di sana. Oleh karena itu, pada tahun pertama di Australia saya sudah terpilih menjadi Sekretaris Rukmariwa (Rukun Masyarakat Indonesia di Western Australia). Bahkan, kemudian, selama di Perth saya sempat menjadi Ketua Rukmariwa dan juga menjadi Sekretaris dan Ketua HPPIA (Himpunan Pengajar dan Peneliti Indonesia di Australia).

Jadi, pengalaman berharga yang ingin saya bagikan di sini adalah bagaimana seseorang berani mengambil keputusan dengan pertimbangan yang masak dan hal yang lainnya adalah keluwesan dalam pergaulan. Sebagai seorang geologiwan kita harus pandai bergaul dengan berbagai golongan masyarakat, karena pekerjaan kita luas cakrawalanya, dari perkotaan sampai ke lapangan terpencil.

PENGALAMAN YANG KURANG MENYENANGKAN:
Menulis adalah sesuatu yang wajib hukumnya, saya rasa, bagi cendekia (scholar). Untuk dapat menulis dengan baik, tentunya penulis harus mempunyai dasar penguasaan bahasa yang baik, apakah itu bahasa Indonesia atau bahasa asing dan banyak berlatih. Kemampuan mahasiswa menulis dalam bahasa Indonesia ternyata tidak terlalu menggembirakan. Karena mereka lahir di Indonesia dan semenjak kecil sudah mengenal bahasa Indonesia, maka mereka menganggap bahwa yang mereka ketahui itu sudah benar, sehingga ketika mereka menulis (makalah atau tugas kuliah), mereka mempergunakan ejaan dan kosakata yang mereka miliki tanpa pernah memeriksa kebakuan kata tersebut, karena umumnya mahasiswa tidak memiliki kamus bahasa Indonesia.

Kemudian, tidak sedikit mahasiswa yang tidak tahu etika berbahasa. Ketika presentasi, bahkan ketika sidang sarjana/tesis pun banyak di antara mereka yang menggunakan bahasa dialek, bukannya menggunakan bahasa resmi. Dengan demikian, semakin berat tugas dosen dalam memeriksa skripsi, tesis, maupun disertasi, karena selain memperhatikan isi ilmiahnya masih harus juga memeriksa kebakuan bahasanya. Kesalahan berbahasa adalah biasa, tetapi ketidak-acuhan terhadap bahasa sangat merisaukan!

CERITA LUCU:
Pengalaman lapangan saya tidak terlalu banyak, tetapi lapangan sering memberikan kenangan lucu. Seorang geologiwan sering dianggap seorang “insinyur” yang serba-bisa, sehingga pernah saya diminta memperbaiki mesin motor atau generator yang rusak. Yang lebih aneh, saya pernah diajak warga dusun ke rumahnya dan diminta menyembuhkan anaknya yang sakit. Dengan bekal sedikit pengalaman (kan kita pernah sakit?) dan bekal obat yang saya bawa ke lapangan maka jadilah saya seorang dokter dadakan.

Bekal keahlian (misalnya olah raga) sering menjadikan pelipur lara di lapangan. Kebetulan saya senang berbagai macam olah raga, sehingga sekarang saya dapat bercerita bahwa saya memiliki pengalaman bermain bulutangkis di pelosok Bogor-Sukabumi di kaki Gunung Salak, juga di Pertambangan Emas Cikotok di Banten Selatan. Saya juga pernah bermain bola voli dan sepak bola di beberapa desa kecil di pedalaman Kalimantan Timur.

SARAN:
Hidup adalah belajar dan pepatah mengatakan bahwa “belajar tidak mengenal tua.” Saya terkesan dengan minat belajar mahasiswa senior tetapi agak kurang terkesan melihat minat belajar mahasiswa yunior. Mungkin karena yang yunior masih belum yakin, apakah mereka akan dapat “hidup” sebagai geologiwan. Tugas kita sebagai yang lebih senior untuk memberikan motivasi kepada mereka yang lebih muda. Karena itu saya sangat senang kalau ada kolega dari industri datang ke kampus berbagi pengalaman yang akan dapat menjadi motivasi bagi yang yunior.

Friday, November 13, 2009

010. Rovicky Dwi Putrohari


RIWAYAT SINGKAT:
- 1987 - Lulus Jur Geologi, Fak Teknik UGM, Yogyakarta
- 1998 - Lulus MSc Geophysics, Fak MIPA, Universitas Indonesia

- 1988 - 1990 Hudbay Oil Malacca Strait Ltd (Jakarta Indonesia)
- 1990 - 1995 Lasmo Indonesia (Jakarta, Indonesia)
- 1995 - 2001 Kondur Petroleum SA (Jakarta, Indonesia)
- 2001 - 2002 Shell (Brunei Shell Petroleum) (Seria, Brunei)
- 2002 - 2003 Total Indonesia (Balikpapan, Indonesia)
- 2003 - 2004 Murphy Oil Malaysia (Kuala Lumpur, Malaysia)
- 2004 - 2009 HESS Oil and Gas Ltd (Kuala Lumpur Malaysia)

PENGALAMAN BERHARGA:
Bagi saya, tidak ada pengalaman yang tidak berharga, termasuk pengalaman pahit. Yang terpenting bagaimana saya menghargai pengalaman itu sebagai bagian dari proses pembelajaran, dan kemudian berbagi pengalaman dengan siapa saja sebagai bagian dari belajar-mengajar.

Pengalaman berharga yang saya alami adalah pengalam ketika keluar dari "ruang santai" atau sering disebut "Comfort Zone". Yaitu keluar dari tempat yang sudah enak dan mencari tempat lain yang lebih menantang.

Saat itu saya bekerja di perusahaan yg sudah cukup mapan di Jakarta sebagai Manajer Geologi. Namun justru rasa keterpanggilan saya bukan pada manajerial. Banyak hal yang menjadi pertimbangan (pssst salah satunya ya remunerasi atau gaji ... psst). Saat keluar dari comfort zone ini memberikan pelajaran paling berharga bahwa manusia itu memerlukan tantangan untuk menambah pengalamannya.

Bagi saya bila seseorang sudah bekerja 7 tahun, setiap tahun menyeleseikan satu peta. Nah orang ini menurut saya adalah yang berpengalaman setahun diulang 7 kali! Dia bukan orang yang berpengalaman 7 tahun.

Pengalaman dalam berorganisasi cukup banyak yang memberikan gambaran bahwa ternyata yang paling sulit dalam berorganisasi itu "regenerasi" atau kesinambungan program kerja, kesinambungan organisasi. Sulitnya melanjutkan program yang sudah disusun dengan bagus dan telah memakan waktu, tenaga dan biaya ini seringkali dikarenakan keengganan untuk memberikan tongkat kepada penerusnya.

Oleh sebab itu bagi saya memberikan atau lebih tepatnya berbagi ilmu dan berbagi pengalaman dengan generasi muda merupakan hal terpenting untuk berorganisasi di Indonesia.

PENGALAMAN YANG KURANG MENYENANGKAN
Sebagai bagian dari proses pembelajaran, terutama belajar ilmu hidup, tentu saja pengalaman tidak enak selalu saja ada. Walaupun hal ini dianggap sebagai sebuah kenangan yang tidak boleh dilupakan tetapi mengingat-ngingat hal ini hanya sebagai pembelajaran.


CERITA-CERITA LUCU

Cerita lucu ... wah ... selamanya dunia ini saya anggap sebuah hiburan yang penuh humor dengan kelucuannya. Terutama ketika saya tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mudah. Misalnya kenapa hampir semua binatang berjalan maju kedepan ? Saya tidak mampu menjawabnya dengan mudah. Barangkali hanya karena terlanjur di depan mata itu disebut "depan".

Yang sering terjadi ketika orang bertemu saya adalah perkataan yang sama atau mirip ..."Oooo ini yang namanya Pakdhe ?". Mungkin lebih banyak orang mengenal saya lewat tulisan ketimbang mengenal wajah. Mengenal Pakdhe ketimbang Rovicky, dan mengenal saya sebagai pendongeng geologi ketimbang sebagai ahli perminyakan.

SARAN-SARAN

Sebagai seorang geologiwan profesional, banyak hal yang berhubungan dengan kode etik keprofesian, masing-masing organisasi profesi memiliki kode etiknya yang didefinisikan sendiri, namun saya memiliki etika profesi pribadi yang berupa tiga hal. Yaitu : Tidak memaksa, Tidak mengiba, dan Tidak berjanji.

1. Tidak memaksa
Seorang yang berjiwa atau bermoral profesional tetunya akan memiliki keahlian teknis yang khusus yang mendukung keprofesionalannya. Dengan demikian dia akan mempunyai kekuatan (`power’). Sehingga dengan ‘power’ yang dia miliki, dia dapat melakukan tindakan untuk menekan pihak lain. Misal pekerja menekan manajernya untuk meminta kenaikan gaji, karena tahu dialah satu-satunya staf ahli di perusahaan itu. Kalau tidak diluluskan mengancam akan keluar dari perusahaan. Tindakan pemaksaan ini menurut hemat saya adalah tindakan yang tidak memeliki moral profesional. Hal yang sama seandainya seorang manajer yang melakukan penekanan kepada anak buahnya untuk menerima upah berapapun yang diberikan, karena diketahui betapa sulitnya mencari kerja saat ini.
Dalam interaksi pekerja dan yang mempekerjakan (employee – employer) selalu muncul kesepakan sebelum dimulainya pekerjaan. Seandainya ada salah satu diantara kedua pihak merasa ada yang merasa terpaksa melakukan atau mengikuti aturan kerja maka kemungkinan besar ada sesuatu yang tidak profesional dalam menangani perjanjian kerja ini.
Akan sangat bagus sebelum dimulainya pekerjaan manajer menanyakan bagaimana kesanggupan anak buahnya. Demikian juga anak buah menanyakan apakah hasilnya dapat diterima oleh atasannya.

2. Tidak mengiba
Pada saat-saat tertentu kesulitan atau hambatan muncul baik dipihak pekerja maupun perusahaan. Krisis ekonomi saat lalu (soalnya saya yakin saat ini sudah mulai tahap penyembuhan) banyak mengakibatkan kesulitan dikedua pihak. Pihak perusahaan akan sangat kesulitan mengelola perusahaan, dilain pihak pekerja atau karyawan juga mengalami hal yang sama dalam kehidupan sehari-harinya. Sering kita dengar ada perusahaan yang yang dengan mengiba datang ke Depnaker utk melakukan PHK massal, untuk dinyatakan bangkrut/pailit. Atau juga seorang karyawan yang datang ke manajernya memohon untuk tidak di PHK karena anaknya masih kecil. Ada saat seperti ini, moral keprofesionalan pekerja dan penilik perusahaan (biasanya diwakili manajernya) mengalami ujian dalam menghadapi tantangan hidup.
Tentunya tidak bisa hanya dengan mengiba untuk menghadapi kesulitan ini, dan tentunya tindakan mengiba ini bukan moral yang professional.

3. Tidak berjanji
Satu sikap moral professional dalam menghadapi apapun yang telah, sedang dan bakal terjadi juga hal yang harus diperhatikan. Sikap ikhlas dalam menghadapi keberhasilan maupun kegagalan merupakan sikap professional yang ketiga. Berjanji merupakan tindakan yang mungkin sekali menjadikan kita melanggar dua sikap moral sebelumnya yang disebutan diatas. Karena kegagalan maka akan muncul pemaksaan atau mengiba dari salah satu pihak, atau bahkan kedua pihak. Sehingga kesiapan menerima apapun yang bakan terjadi merupakan sikap moral profesi yang dibutuhkan.
Program kerja saat ini banyak sekali mempunyai tuntutan, target produksi, target penjualan, serta target target perusahaan lainnya hendaknya bukan merupakan janji yang harus dipenuhi melainkan merupakan sebagai pemicu semata, sebagai ‘alat ukur performance’ yang bukan merupakan harga mati baik untuk kedua pihak.
Nah dari sikap moral professional diatas, kita dapat melihat sejauh mana keprofesionalan kita, perusahaan, manajer, pemegang pimpinan organisasi serta anggota organisasi profesi maupun anggota partai sekalipun dalam bersikap profesional.