Sunday, January 10, 2010

012. Ratih Nurruhliati

Riwayat Singkat:
1990-1995 Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Institut Teknologi Bandung
1996 Geothermal Institute, The University of Auckland, Selandia Baru
1997-1999 Geothermal Energy New Zealand Limited (GENZL), Auckland, Selandia Baru. Bekerja sebagai wellsite/geothermal geologist yang menganalisa sumur eksplorasi (slimholes) di Lapangan Panas Bumi Darajat, Garut Jawa Barat.
2000 Laboratorium Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), North Ryde, Sydney, Australia. Bekerja sebagai Liaision officer yang menghubungkan antara CSIRO dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang Badan Geologi) dalam kegiatan kerjasama Total Ore Exploration Group (TOEG).
2001-2002 Laboratorium Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), North Ryde, Sydney, Australia. Bekerja paruh waktu sebagai asisten peneliti pasangan suami istri Dr. Brent McInnes dan Dr. Noreen Evans dalam mempersiapkan dan menganalisa sample mineral apatite dan zircon untuk kemudian dianalisa dalam bentuk preparat di dalam tabung Palladium berdiameter kurang dari 0,5 cm sebelum dilakukan perlakuan kimia dan dianalisa dengan instrumen dating.
2002-2004 Bureau of Meteorology of Australia/Qantas. Bekerja sebagai konsultan untuk memberikan masukan mengenai aktivitas gunung api di Indonesia, antara lain melaporkan data lapangan untuk menghindari abu dari letusan gunung api yang dapat membahayakan mesin pesawat terbang sehingga data tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan perencanaan jalur terbang maskapai penerbangan agar aman ketika melintasi wilayah Indonesia.
2005–sekarang berdomisili dan berinvestasi di bidang pertambangan di Vietnam. Pada tahun 2007 mendirikan dan menjalankan perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan pertambangan. Saat ini, masih mencari rekanan dalam mencari kuasa pertambangan di Indonesia. Di antara kesibukan menjadi ibu dari tiga orang anak berusia 7 thn, 5 thn, dan 3 thn, masih menyempatkan diri untuk selalu mengikuti kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop dan ekskursi.
Kebetulan suami juga seorang geologiwan yang saat ini lebih banyak bergerak di bidang keuangan dalam lingkup pertambangan. Kami berdua mempunyai cita-cita untuk dapat memiliki dan mengelola usaha pertambangan dan kami sangat berharap untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang kami miliki di Indonesia.

Pengalaman Berharga:
Sewaktu akhir tahun kedua kuliah di ITB, saya mendapat kesempatan untuk mempresentasikan makalah “Letusan Gunung Merapi 1992”.
Saat liburan semester, di waktu senggang biasanya saya menghabiskan waktu di perpustakaan. Kebetulan saya melihat pengumuman untuk mengikuti kegiatan London International Youth Science Forum. Untuk mengikuti kegiatan tersebut, saya harus menyusun paper dan mencari sponsor. Atas bimbingan Direktorat Vulkanologi (sekarang Direktorat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi) rampunglah paper dengan judul “1992 Merapi Eruption” sebagai modal mengikuti kegiatan London International Youth Science Forum tersebut, disponsori oleh British Airways, Unocal dan Freeport.
Kegiatan lain di luar kesibukan kuliah antara lain menjadi tenaga sukarelawan pada American Field Service (AFS) chapter Bandung (sejak kembali dari program pertukaran pelajar dari 1989 sampai 1998); kegiatan dalam proses pemetaan Karangsambung, Jawa Tengah sempat diseling dengan pergi ke Amerika Serikat untuk menjadi chaperon 19 pelajar SMA yang mengikuti pertukaran pelajar ke
sana.
Membantu kegiatan seminar maupun workshop di Direktorat Volkanologi pun menjadi salah satu kegiatan di saat liburan. Pada saat penyelenggaraan IAVCEI, saya banyak belajar di lapangan dari para ahli vulkanologi seperti Dr. Werner Giggenbach (alm.), Prof. Hirabayashi, dan ahli-ahli vulkanologi lain asal Eropa (Italia, Belgia dan negara lain).
Semasa kuliah, kegiatan pengambilan sampling saya lakukan mulai dari gunung-gunung api di Jawa Barat hingga Bali.
Memiliki keinginan untuk berkecimpung di bidang energi ramah lingkungan dan menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk itu, membawa saya melanjutkan pendidikan di Geothermal Institute setelah lulus dari ITB. Selesai sekolah dari New Zealand, saya diterima bekerja di sebuah perusahaan New Zealand yang sedang mengerjakan eksplorasi geologi untuk daerah panas bumi Darajat yang dikelola Amoseas (sekaran Chevron). Dua tahun lebih saya bekerja sebagai ‘ekspat lokal” di Garut, menjadi geolog panas bumi/geothermal yang mengerjakan logging delapan sumur eksplorasi (slimholes) dengan sumur terdalam mencapai 2.300 meter.
Pada akhir tahun 1999, saat mengikut konferensi Pacific Rim (PACRIM), tentang pertambangan saya bertemu dengan suami saya yang kebetulan adalah seorang geolog asal Kanada.

Pengalaman yang (kurang) menyenangkan :
Krisis ekonomi di Asia menyebabkan proyek-proyek energi di Indonesia ikut terpengaruh akibat melemahnya rupiah. Sementara kontrak yang ditandatangani pemerintah dalam mata uang asing menjadikan Indonesia tidak mampu untuk melanjutkan pekerjaan proyek-proyek tersebut. Bagi saya pribadi, kontrak kerja dengan GENZL pun terpaksa harus terhenti karena tidak ada kelanjutan eksplorasi. Selesai kontrak dengan GENZL saya menjadi event organizer konfrensi dan pameran minyak dan gas bumi yang hanya dilakukan kurang dari satu tahun.

Cerita Lucu:
Sewaktu bekerja di lapangan panas bumi Darajat setiap mendapat surat seringkali tertulis kepada Bapak Ratih, padahal jelas nama saya bukan gender laki-laki, mungkin pada waktu itu masih belum terbiasa juga geolog wanita bekerja di lapangan padahal menjelang akhir tahun ‘90an.

Saran-saran:
Berdasarkan pengalaman pribadi, selain memiliki ilmu yang matang dalam bidangnya, seorang geolog patut pula membekali diri dengan kemampuan berbahasa asing, minimal Bahasa Inggris untuk dapat berkomunikasi dan menimba kemajuan penelitian yang dimiliki oleh ilmuwan dari luar negeri.
Selain itu, seorang geolog yang handal, harus memiliki keseimbangan baik fisik maupun nalar. Meminjam istilah Bapak saya (kebetulan geolog juga), fisik yang kuat saja belum cukup kalau daya nalar tidak jalan, begitu juga sebaliknya daya nalar tinggi tidak akan ada gunanya tanpa fisik yang bagus. Keseimbangan antara nalar dan fisik akan menghasilkan yang terbaik, dan terus belajar.

1 comment:

  1. betul sekali antara fisik dan nalar perlu jalan bareng. kita sebagai mantan saudara dekat/ surveyor pernah barengan dengan beberapa geologiwan baik wanita atau pria meski beda bidang tetap bisa kerjasama (project survey relokasi tower big capacity 550 KVA) di Ungaran. Waktu itu ada geolog wanita yang agak tambun namun lincah di lapangan juga....

    ReplyDelete