Riwayat Singkat
Memperoleh S-1 Geologi pada tahun 1991 dari Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung dan S-2 di bidang Reservoir Engineering pada tahun 2001 dari fakultas dan universitas yang sama.
1989 – 1992: Sejak kuliah sudah bekerja paruh waktu sebagai penterjemah artikel ilmiah dan jadi Field Geologist untuk konsultan swasta di Bandung.
1992 – 2003: Bergabung dengan perusahaan minyak swasta terbesar di Indonesia saat itu. Karir di dunia perminyakan dimulai sebagai Wellsite Geologist, Development Geologist, Reservoir Modeller, Formation Evaluation Specialist – PT Caltex Pacific Indonesia, Rumbai dan Duri – Indonesia dan Chevron Petroleum Technology Company, Houston – Texas, USA
2003 – 2007: Petrophysics Engineer, Brunei Shell Petroleum, Seria – Brunei Darussalam
2007 – 2009: Petrophysicist, Chevron North Sea, Aberdeen – Scotland, United Kingdom
2009 – sekarang: Senior Petrophysicist, Chevron, Houston – Texas, USA.
Pengalaman Berharga
Pada tahun 1993, kang Adi Tisnabudi seorang kawan geologiwan senior, salah seorang voluntir mengajar mata kuliah Penilaian Formasi di universitas swasta lokal di Pekanbaru, Riau meminta saya untuk membantu mas Trijanto Rahardjo, rekan senior di Caltex juga yang menggantikan beliau memberi kuliah di sana. Karena tidak punya pengalaman mengajar dan melihat silabus serta materi yang akan disampaikan yang terlalu teknis dan begitu banyak, pada mulanya saya grogi juga. Ternyata kegiatan mengajar menjadi suatu tantangan baru buat saya. Memang secara finansial, mengajar dua jam per minggu sama sekali tidak menarik, apalagi sebagai voluntir! Tetapi, dari sudut pandang lain, kegiatan ini “memaksa” saya untuk belajar dan belajar lebih banyak. Kang Adi mengatakan dalam bahasa Sunda (ha.. ha..ha..) “You’ll need to learn more and more and be ahead of the game”. Sebelum mengajarkan sesuatu, kita harus lebih siap daripada mahasiswa.
Ketertarikan dan minat saya pada Well Log Analyses dan Petrophysics mendapat perhatian khusus dari perusahaan. Saya ditawari kesem
patan mendalami bidang ini secara intensif di Houston, USA dan belajar langsung dari para top-noch Formation Evaluation Specialists, mbah-nya Petrophysics di Chevron (2000 – 2001).
Berjalan dengan waktu saya tetap berusaha meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan adik-adik mahasiswa baik secara formal di universitas maupun di tempat kerja. Saya dengan segala senang hati menjadi mentor/ pembimbing bagi mahasiswa yang Kerja Praktek atau Tugas Akhir di PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang Chevron). Hal ini tetap berlanjut saat saya bergabung dengan Shell di Brunei. Tiap semester saya pasti kebagian jadi mentor bagi beberapa mahasiswa Brunei yang jadi intern di BSP (Brunei Shell Petroleum) dan tentunya para mentee, junior petrophysicist BSP juga. Saat cuti dan pulang ke Indonesia saya menyempatkan diri berbagi cerita dengan mahasiswa di universitas di Pekanbaru atau di Jakarta (difasilitasi oleh IPA). Lillahi Ta’ala, semoga ilmu dan pengalaman yang dibagi menjadi amal jariah saya di sisi Allah SWT, Amiin.
Seandainya, kang Adi tidak meminta saya jadi asisten dosen waktu itu, mungkin saya tidak akan mendalami bidang Petrophysics – yang ternyata tidak banyak ‘saingannya’ dan secara global masih termasuk kategori ‘hot jobs ’- ini dan mungkin juga telah berkiprah di bidang yang lain. Tapi, saya yakinkan diri bahwa ini adalah pilihan karir dan hidup saya yang harus dijalani dengan ikhlas, insya Allah.
Pengalaman yang kurang menyenangkan
Jika rasa nasionalisme terusik, itulah saat pengalaman yang kurang menyenangkan bisa diutarakan. Tahun pertama (2003) saya di Brunei, saat itu sedikit sekali orang Indonesia yang jadi technically profesionals jika dibanding jumlah TKI/TKW yang secara resmi konon mencapai 32 ribu orang (10% dari populasi Brunei yang hanya 325 000 jiwa saja). Masyarakat Indonesia di sana sudah terlanjur dicap ‘berpendidikan rendah’ dan cukup ‘happy’ jadi warga kelas bawah. Mayoritas orang lokal masih belum percaya kalau ada kawan-kawan kita yang jadi ‘kaki-tangan’ kerajaan dan syarikat besar (baca: pegawai teras di instansi pemerintah dan pekerja intelektual di perusahaan besar) kelas dunia seperti Shell, Worley, Schlumberger, dsb. Nuansa diskriminasi dan rasa dilecehkan dialami oleh anggota keluarga. Alhamdulillah, di sana ada beberapa teman baik terutama, Herman Darman (ITB 85) dan Agus Djamil (UGM 81), yang sudah lebih dahulu bekerja di Brunei. Mereka lah yang menjadi nara sumber dan referensi untuk masalah-masalah sosial seperti itu.
Cerita – cerita lucu
Begitu banyak cerita lucu yang dialami, tapi saya pilih satu yang berkesan. Pada saat kuliah lapangan di Karang Sambung. Satu kelompok mahasiswa ditemani Dr. Darji Noeradi sebagai dosen pembimbing naik ke bukit Panasogan di pagi menjelang siang yang panas terik. Sesampainya di lokasi, beliau bertanya kepada mahasiswa apa yang pertama sekali HARUS dilakukan seorang geologiwan begitu sampai di lokasi singkapan. Rata-rata mahasiswa memberi jawaban ilmiah dan rada formal berbau text-book. “Kita harus orientasi lapangan dulu, pakai peta dan kompas”, “Kita buat sketsa geomorfologi... ambil foto singkapan mumpung matahari bagus nih... bla... bla... bla. Beliau hanya tersenyum dan mengatakan “salah semua kalian!”. “Yang benar adalah, istirahat dan ngaso dulu,” katanya sambil berteriak: “Pak, minta Degan-nya ya!” kepada petani pemilik pohon kelapa di sana. Kami, mahasiswa hanya bisa nyengir garing, glek, malu hati karena sudah berlagak sok ilmiah.
Saran-saran
Jangan takut untuk menjawab tantangan karir yang mungkin berbeda dari cita-cita awal. Bak lirik lagu pop saja: “I have decided long ago, never to walk in anyone’s shadow. ... if I fail, if I succeed, at least I lived as I believed.”
Catatan: Profil lengkap Bambang Gumilar bisa dilihat di:
http://www.linkedin.com/in/bambanggumilar
015. Bambang Gumilar
14 years ago